
Omnichannel vs Multichannel: Mana yang Tepat untuk Bisnis?
September 12, 2025
Apa Itu MFA (Multifactor Authentication)
September 15, 2025Customer Journey: Pengertian, Proses, dan Contoh

Banyak bisnis terjebak dalam pemikiran bahwa hubungan dengan pelanggan hanya terjadi saat transaksi dilakukan. Padahal, interaksi itu sudah dimulai jauh sebelum pelanggan memutuskan membeli dan berlanjut lama setelah mereka membayar.
Pemahaman yang parsial ini sering kali membuat strategi pemasaran dan layanan pelanggan menjadi tidak efektif. Anda mungkin bertanya-tanya mengapa traffic website tinggi tapi konversi rendah, atau mengapa pelanggan lama tiba-tiba beralih ke kompetitor tanpa keluhan sebelumnya.
Jawabannya sering kali terletak pada kegagalan memahami keseluruhan perjalanan pelanggan. Artikel ini akan membedah konsep Customer Journey dari sudut pandang operasional agar Anda bisa menutup celah kebocoran dalam bisnis Anda.
Apa itu Customer Journey?
Customer Journey adalah rekam jejak lengkap pengalaman yang dilalui pelanggan saat berinteraksi dengan brand atau bisnis Anda. Ini mencakup setiap titik kontak (touchpoint), mulai dari pertama kali mereka mendengar nama produk Anda hingga interaksi pasca-pembelian.
Penting untuk diingat bahwa perjalanan ini dilihat dari sudut pandang pelanggan, bukan perusahaan. Artinya, fokusnya adalah pada apa yang pelanggan rasakan, pikirkan, dan alami di setiap tahap. Bukan sekadar apa SOP yang dijalankan oleh tim internal Anda.
Dalam konteks B2B (Business-to-Business) maupun B2C (Business-to-Consumer), perjalanan ini jarang berbentuk garis lurus. Pelanggan bisa saja melompat dari media sosial ke website, lalu menghubungi CS, berhenti sejenak, dan baru melakukan pembelian sebulan kemudian.
Perbedaan dengan Customer Journey Map
Sering kali istilah Customer Journey dan Customer Journey Map (CJM) dianggap sama, padahal keduanya berbeda secara fungsi.
- Customer Journey: Adalah realitas atau kejadian nyatanya. Ini adalah kumpulan fakta tentang perilaku pelanggan Anda di lapangan.
- Customer Journey Map: Adalah visualisasi dari realitas tersebut. CJM adalah dokumen strategis berbentuk diagram atau peta yang memetakan langkah-langkah pelanggan.
CJM berfungsi sebagai alat bantu bagi manajemen untuk melihat big picture. Dengan peta ini, tim operasional bisa mengidentifikasi di mana letak pain points (masalah) pelanggan, seperti proses checkout yang rumit atau respon CS yang lambat. Tanpa peta ini, perbaikan layanan sering kali hanya berdasarkan asumsi semata.
Kenapa Customer Journey Penting Bagi Bisnis
Memahami perjalanan pelanggan bukan sekadar tren marketing. Ini adalah fondasi operasional yang efisien. Tanpa pemahaman ini, departemen dalam perusahaan Anda akan bekerja secara terkotak-kotak (silo).
Tim marketing mungkin sibuk mendatangkan prospek, tapi tim sales gagal menutup penjualan karena pesan yang tidak selaras. Atau tim sales berhasil menjual, tapi tim support kewalahan karena ekspektasi pelanggan yang tidak sesuai realita produk.
Berikut adalah alasan teknis mengapa Anda harus memprioritaskan analisis ini:
- Mengidentifikasi Celah Operasional: Anda bisa melihat dengan jelas di tahap mana pelanggan paling sering membatalkan niatnya (drop-off). Apakah saat loading halaman produk atau saat mengisi formulir?
- Efisiensi Biaya Akuisisi: Dengan memahami kanal mana yang paling efektif di setiap tahap perjalanan, Anda tidak perlu membuang anggaran iklan di tempat yang salah.
- Meningkatkan Retensi Pelanggan: Anda bisa memprediksi kapan pelanggan membutuhkan bantuan atau penawaran lanjutan sebelum mereka berpikiran untuk churn (berhenti berlangganan).
- Personalisasi Layanan: Data perjalanan memungkinkan tim CS menyapa pelanggan dengan konteks yang tepat. Mereka tahu riwayat interaksi pelanggan tanpa perlu bertanya ulang.
Proses Customer Journey
Meskipun setiap bisnis memiliki dinamika unik, secara umum proses customer journey dibagi menjadi beberapa tahapan psikologis. Memahami tahapan ini membantu Anda menempatkan strategi intervensi yang tepat.
Perlu dicatat bahwa dalam era digital saat ini, pelanggan bisa bergerak maju-mundur antar tahapan ini dengan sangat cepat. Fleksibilitas sistem Anda dalam merespon perpindahan ini sangat krusial.
Berikut adalah fase standar dalam proses perjalanan pelanggan:
1. Awareness (Kesadaran)
Ini adalah titik nol. Pelanggan menyadari bahwa mereka memiliki masalah atau kebutuhan, dan mulai mencari solusi. Di sini, mereka baru saja mengenal keberadaan brand Anda melalui iklan, pencarian Google, atau rekomendasi rekan.
2. Consideration (Pertimbangan)
Pelanggan sudah tahu siapa Anda, tapi mereka juga melirik kompetitor. Mereka sedang membandingkan fitur, harga, dan membaca review. Pada tahap ini, konten edukasi dan transparansi informasi menjadi senjata utama Anda.
3. Decision (Keputusan)
Pelanggan siap bertransaksi. Fokus utama di tahap ini adalah kemudahan proses. Hambatan sekecil apa pun, seperti metode pembayaran yang terbatas atau link yang rusak, bisa membatalkan kesepakatan secara instan.
4. Retention (Retensi)
Setelah transaksi terjadi, perjalanan belum selesai. Tahap ini menentukan apakah mereka akan menjadi pembeli satu kali atau pelanggan setia. Kualitas produk dan responsivitas layanan purna jual (after-sales service) adalah kuncinya.
5. Advocacy (Advokasi)
Ini adalah tahap puncak. Pelanggan yang sangat puas akan merekomendasikan bisnis Anda kepada orang lain secara sukarela. Mereka menjadi aset marketing gratis yang paling kredibel bagi bisnis Anda.
Komponen dalam Customer Journey
Memetakan perjalanan pelanggan tidak bisa dilakukan sembarangan. Anda membutuhkan struktur data yang rapi agar peta yang dihasilkan bisa diterjemahkan menjadi tindakan teknis.
Sebuah Customer Journey Map yang efektif harus memiliki komponen-komponen berikut ini:
1. Persona Pelanggan (Buyer Persona)
Anda tidak bisa memetakan perjalanan untuk “semua orang”. Peta harus spesifik untuk satu jenis karakter pelanggan. Misalnya, perjalanan seorang Manajer IT dalam membeli perangkat lunak akan sangat berbeda dengan perjalanan seorang pemilik UMKM. Persona mencakup demografi, tujuan, dan motivasi teknis mereka.
2. Titik Kontak (Touchpoints)
Ini adalah daftar inventaris dari semua tempat di mana pelanggan berinteraksi dengan bisnis Anda. Ini meliputi website, iklan Instagram, email newsletter, percakapan WhatsApp dengan tim sales, hingga fisik kemasan produk saat barang diterima.
3. Emosi dan Pikiran
Data keras (hard data) saja tidak cukup. Anda perlu memetakan apa yang dipikirkan pelanggan di setiap tahap. Apakah mereka bingung saat navigasi website? Apakah mereka merasa cemas saat menunggu konfirmasi pembayaran? Mengetahui grafik emosi ini membantu Anda menemukan titik frustrasi yang perlu diperbaiki.
4. Poin Hambatan (Pain Points)
Di sinilah letak masalah operasional yang sebenarnya. Komponen ini mencatat segala hal yang menghalangi pelanggan untuk maju ke tahap berikutnya. Contohnya bisa berupa biaya pengiriman yang tidak transparan, formulir pendaftaran yang terlalu panjang, atau tidak adanya fitur live chat saat terjadi kendala teknis.
5. Peluang (Opportunities)
Setelah mengetahui hambatan, komponen ini berisi solusi atau ide perbaikan yang bisa dilakukan. Ini adalah bagian actionable yang akan dikerjakan oleh tim internal Anda, baik itu tim produk, marketing, maupun IT.
Contoh Customer Journey
Untuk memberikan gambaran yang lebih konkret, mari kita lihat simulasi perjalanan pelanggan dalam konteks B2B, khususnya pembelian perangkat lunak akuntansi (SaaS).
Skenario: Budi, seorang Manajer Keuangan di perusahaan logistik menengah, sedang mencari solusi untuk merapikan pembukuan yang berantakan.
Tahap 1: Awareness (Kesadaran)
Aktivitas: Budi menyadari timnya sering lembur karena input data manual. Ia mencari “software akuntansi integrasi logistik” di Google.
Touchpoint: Artikel blog SEO, Iklan Google Ads.
Emosi: Cemas akan beban kerja, berharap ada solusi mudah.
Tahap 2: Consideration (Pertimbangan)
Aktivitas: Budi menemukan tiga vendor potensial. Ia mengunduh whitepaper (brosur digital detail) dan membandingkan fitur harga.
Touchpoint: Website vendor, Email nurturing otomatis, Halaman testimoni klien.
Pain Point: Sulit menemukan info harga transparan di salah satu vendor, harus kontak sales dulu.
Tahap 3: Decision (Keputusan)
Aktivitas: Budi meminta demo produk (request demo). Sales melakukan presentasi via Zoom. Budi berdiskusi dengan direktur untuk persetujuan budget.
Touchpoint: Video call, Proposal penawaran PDF, Kontrak elektronik.
Peluang: Sales memberikan diskon khusus jika closing bulan ini untuk mempercepat keputusan.
Tahap 4: Retention (Pasca Pembelian)
Aktivitas: Tim Budi mulai onboarding (pelatihan penggunaan). Ada kendala integrasi data lama.
Touchpoint: Tim Customer Success, Portal bantuan teknis, Grup komunitas pengguna.
Emosi: Sedikit frustrasi di awal karena kurva belajar, tapi lega setelah sistem berjalan lancar.
Langkah-langkah Membuat Customer Journey
Membuat peta perjalanan pelanggan bukan sekadar menggambar diagram di papan tulis. Ini adalah proses berbasis data yang membutuhkan riset mendalam. Jangan sekali-kali membuat peta hanya berdasarkan asumsi atau “kira-kira” tim internal.
Berikut adalah langkah praktis untuk memulainya:
1. Tentukan Tujuan yang Jelas
Apa yang ingin Anda capai dengan peta ini? Apakah Anda ingin meningkatkan konversi penjualan baru, atau ingin mengurangi angka churn pelanggan lama? Fokus yang berbeda akan menghasilkan peta yang berbeda pula.
2. Kumpulkan Data Kuantitatif dan Kualitatif
Gunakan data yang sudah ada di Google Analytics atau CRM (Customer Relationship Management) Anda untuk melihat pola perilaku. Namun, data angka tidak bisa bercerita soal emosi. Lakukan wawancara langsung atau survei kepada pelanggan yang baru saja membeli dan yang batal membeli. Tanyakan kendala apa yang mereka hadapi.
3. Buat Daftar Touchpoint Lengkap
Kumpulkan tim dari berbagai divisi (Sales, Marketing, CS, IT). Minta mereka mendaftar semua interaksi yang mungkin terjadi. Sering kali, tim marketing tidak tahu apa yang dijanjikan tim sales, dan tim sales tidak tahu kendala teknis yang dihadapi tim CS. Sesi ini berguna untuk menyelaraskan persepsi.
4. Petakan Keadaan Saat Ini (Current State)
Banyak bisnis tergoda untuk langsung membuat peta ideal (Future State). Tahan keinginan itu. Petakan dulu apa yang sebenarnya terjadi sekarang, seburuk apapun itu. Kejujuran di tahap ini adalah kunci perbaikan. Jika proses refund memakan waktu 14 hari dan membuat pelanggan marah, tuliskan apa adanya.
5. Validasi dan Analisis Gap
Bandingkan peta yang Anda buat dengan data realitas di lapangan. Cek di mana terjadi penurunan drastis (drop-off). Jika banyak pengunjung keluar di halaman pembayaran, mungkin ada masalah teknis atau UI/UX di sana. Temukan celah antara ekspektasi pelanggan dan realita layanan Anda.
Tantangan Implementasi Teknis
Memahami teori perjalanan pelanggan memang terdengar masuk akal dan mudah. Namun, tantangan sebenarnya yang akan Anda hadapi adalah pada eksekusi teknis di lapangan.
Masalah klasik yang sering terjadi adalah data yang terkotak-kotak (siloed data). Data pelanggan sering kali tercecer di berbagai platform yang tidak saling bicara.
- Tim Sales mungkin mencatat data di Excel atau WhatsApp pribadi.
- Tim Support menangani keluhan lewat email terpisah.
- Tim Marketing hanya melihat data dari dashboard iklan.
Tanpa sistem yang terintegrasi, mustahil bagi Anda untuk melihat “satu kebenaran” utuh tentang pelanggan. Anda akan kesulitan mengetahui apakah pelanggan yang komplain di email hari ini adalah orang yang sama yang baru saja ditawari produk premium oleh tim sales kemarin. Data yang terputus ini adalah penyebab utama pengalaman pelanggan yang buruk.
Inilah momen krusial untuk beralih dari cara manual ke solusi teknologi yang lebih robust. Platform seperti Adaptist Prose hadir untuk menjembatani celah komunikasi ini. Sebagai sistem yang didesain untuk merapikan alur tiket dan data pelanggan, Adaptist Prose mengubah interaksi yang tadinya tercecer menjadi satu database yang rapi dan mudah diakses.
Dengan menggunakan sistem yang tepat, jejak interaksi direkam secara otomatis di satu tempat. Tim Anda tidak perlu lagi menebak di tahap mana pelanggan berada karena data tersaji secara real-time di dalam dashboard Adaptist Prose. Ini memastikan setiap departemen, baik Sales maupun Support, berbicara dengan konteks yang sama.
Jangan biarkan wawasan berharga tentang pelanggan hilang begitu saja karena keterbatasan alat kerja. Pastikan infrastruktur teknologi Anda mendukung strategi customer journey yang sudah Anda rancang dengan susah payah.
Kesimpulan
Customer journey bukan sekadar dokumen statis yang disimpan di laci meja manajer. Ini adalah panduan hidup bagi operasional bisnis Anda. Pasar bergerak sangat dinamis. Kompetitor terus berinovasi dan ekspektasi pelanggan semakin tinggi setiap harinya. Jika Anda berhenti memantau perjalanan pelanggan, Anda sama saja membiarkan pintu terbuka bagi kompetitor untuk mengambil alih pasar.
Kunci keberhasilan strategi ini ada pada konsistensi. Peta perjalanan yang Anda buat hari ini mungkin tidak lagi relevan enam bulan ke depan. Oleh karena itu, lakukan evaluasi berkala sebagai bagian dari rutin manajemen.
Mulailah dari langkah kecil namun berdampak besar:
- Pilih satu pain point paling kritis yang sering dikeluhkan pelanggan.
- Perbaiki masalah tersebut segera.
- Ukur hasilnya, lalu pindah ke masalah berikutnya.
Ingat bahwa tujuan akhirnya bukan sekadar memiliki diagram yang indah berwarna-warni. Tujuannya adalah menciptakan pengalaman pelanggan yang mulus, meningkatkan konversi penjualan, dan membangun loyalitas jangka panjang yang menguntungkan bisnis.



